ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN
IKLAN DJARUM 76 VERSI KONTES JIN
Disusun sebagai nilai Uji
Kompetensi Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Penganpu: Dr. Muhammad
Rohmadi, M. Hum.
Oleh
Nur Hady Eko Setiawan
K 1209050
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
ANALISIS
IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM IKLAN
DJARUM
76 VERSI KONTES JIN
Oleh: Nur
Hady Eko Setiawan
ABSTRAK
Iklan djarum 76 seringkli muncul dengan
berbagai versi yang mampu menarik perhatian dan canda tawa kepada penikmat
media massa. Percakapan yang disampaikan
oleh pemain-pemainnya seringkali memunculkan suatu makna atau maksud dibalik
tuturan tersebut. Implikatur percakapan sering muncul apabila seorang penikmat
media massa iklan djarum76 mengetahui dan memahami perkembangan masalah publik
yang sedang hangat diperbincangkan. Kesamaan repotoar menjadi jembatan
penghubung tersampaikannya implikatur dari iklan djarum 76 versi kontes jin.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap implikatur akan memperlancar komunikasi
publik pada media iklan djarum 76 versi kontes jin.
Kata kunci :
kesamaan reportoar, implikatur percakapan, iklan djarum 76 versi kontes jin.
PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia.
Dengan kata lain, manusia akan sangat tergantung sekali pada suatu bahasa dan
mengingat juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat
hidup tanpa orang lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu
interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa
yang digunakan oleh manusia bukanlah bahasa yang statis, tetapi bahasa yang
selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya. Berbagai
fenomena yang muncul di dalam kehidupan praktis akan berpengaruh besar terhadap
suatu bahasa. Sering kali kaidah-kaidah bahasa yang disepakati mengalami
stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis.
Pengkajian
suatu bahasa pada tataran struktural saja sering kali tidak menghasilkan suatu
kajian yang maksimal. Kondisi praktis penggunaan bahasa sering kali keluar dari
kaidah-kaidah struktural, tetapi proses komunikasi yang terjadi tidak menemui
suatu kendala dan justru menghasilkan suatu komunikasi yang lebih efektif dan
efisien. Hal itulah yang mendorong suatu kajian terhadap suatu bahasa tidak
hanya dari sudut pandang struktural saja, melainkan harus dikaitkan dengan
aspek-aspek di luar struktur bahasa.
Salah
satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasi aspek-aspek di luar bahasa dalam
pengkajiannya adalah pragmatik maupun analisis wacana. Dalam dua bidang kajian
ini, pengkajian suatu bahasa dengan melibatkan aspek-aspek luar bahasa yang
turut serta mamberi makna dalam suatu komunikasi. Melibatkan aspek-aspek di
luar bahasa sangatlah tepat ketika melihat fenomena penggunaan bahasa pada
tataran praktis yang cukup beragam.
Percakapan
pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua orang partisipan
atau lebih yang pada umumnya terjadi dalam suasana santai. Percakapan merupakan
wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun
dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu perlu memahami implikatur percakapan, agar
apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur.
Salah
satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu
komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan.
Percakapan yang terjadi antar pelibat sering kali mengandung maksud-maksud
tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi
tersebut suatu penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksud-maksud yang
tersembunyi di balik penggunaan bahasa secara struktural. Pada kondisi seperti
itulah suatu kajian implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk
mengkaji suatu penggunaan bahasa.
Pada
iklan yang ditayangkan di televisi pastilah mengandung faktor-faktor yang mampu
mempengaruhi penonton sehingga timbul kesepahaman makna. Faktor-faktor yang
saling mendekatkan antara pemeran dan penonton tersebut sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi di dalam tayangan iklan.
Dalam makalah ini akan dipaparkan suatu kajian implikatur percakapan yang
terjadi di dalam Djarum 76 versi kontes jin.
Dalam
iklan Djarum 76 versi kontes jin tersebut sering sekali muncul suatu percakapan
yang mengandung maksud-maksud tertentu yang terkadang berbeda dengan apa yang
terkandung dalam pertuturan yang muncul. Dalam hal ini pengkajian dari sudut
implikatur percakapan dimungkinkan dapat memperjelas proses komunikasi yang
terjadi. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji lebih mendalam mengenai
implikatur iklan Djarum 76 versi Kontes Jin.
KAJIAN TEORI
Implikatur
merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan pengertian,
berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli
bahasa. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk
menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh
penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur.
Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara
harfiah.
Senada
dengan pendapat itu, Grice, H.P., menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan
sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam
suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu 3 bagian dari hal
yang dinyatakan sebelumnya (Gazdar, 1979:38). HampIr sama dengan pendapat Brown
dan Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu
tuturan yang turut memberi makna. Lebih singkat lagi, Grice, H.P (Suyono,
1990:14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian
pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai
dengan konteksnya. Implikatur cakapan dipakai untuk menerangkan makna implisit
dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang
dimplikasikan”.
Berangkat
dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan
adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada
suatu makna yang implisit dari suatu percakapan yang berbeda dengan makna
harfiah dari suatu percakapan. Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang
implikatur ini, berikut akan dipaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut
beberapa ahli. Menurut Nababan (1987:39) ada 4, sebagai berikut:
1.
Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan
dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa
seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan suatu
konteks untuk membatalkan implikatur itu.
2.
Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan
apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.
3.
Implikatur percakapan mempersyaratkan
pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh
karena itu, isi implikatur percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang
dipakai.
4.
Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan
bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur
tidak didasarkan atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan
hal itu.
Senada dengan pendapat sebelumnya Grice, H.P (Mujiyono,
1996:40) mengemukakan ada 5 ciri-ciri dari implikatur percakapan, yakni:
1.
Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan
dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontektual (cancellable).
2.
Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan
cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk
mengatakan sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur
untuk menyampaikannya (nondetachable).
3.
Implikatur percakapan mempersyaratkan makna
konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam
makna konvensional kalimat itu (nonconventional).
4.
Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada
apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan
mengatakan apa yang dikatakan (calcutable).
5.
Implikatur percakapan tidak dapat diberi
penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (indeterminate).
Masih
tentang ciri-ciri, menurut Levinson, C. Stephen (1997:119) terdapat 4 ciri utama
dari suatu implikatur percakapan, yakni:
1. Cancellability,
maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada
kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan
tambahan pada premis-premis asli.
2. Non-detachability,
adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa yang dituturkan,
tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu
tuturan
3. Calculability,
dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan untuk
menyusun suatu argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan
dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya.
4. Non-conventionality,
artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu
konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu.
Tiga
pendapat tentang ciri-ciri dari suatu implikatur percakapan pada dasarnya sama.
Ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan
memiliki ciri-ciri, yakni : (1) Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan
dalam hal tertentu (cancellability), (2) Biasanya tidak ada cara lain
untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang
bersangkutan (nondetachable), (3) Implikatur percakapan mempersyaratkan
pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional),
dan (4) Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada
kebenaran yang dikatakan (calcutable). Ada beberapa jenis implikatur
percakapan.
Menurut
Grice (Mudjiono, 1996 : 32-33) ada tiga jenis implikatur percakapan yakni:
implikatur konvensional, praanggapan, dan implikatur nonkonvensional.
Implikatur konvensional lebih mengacu pada makna kata secara konvensional, makna
percakapan ditentukan oleh arti konvensional kata-kata yang digunakan.
Implikatur praanggapan, lebih mengacu pada suatu pengetahuan bersama antara
penutur dan mitra tutur. Implikatur nonkonvensional, merupakan suatu implikatur
yang lebih mendasarkan maknanya pada suatu konteks yang melingkupi suatu
percakapan. Lebih ringkas lagi, Stephen C. Levinson mengatakan hanya ada dua
jenis implikatur percakapan yaitu implikatur percakapan umum (implikatur yang
yang munculnya di dalam percakapan dan tidak memerlukan konteks khusus) dan
implikatur percakapan khusus (suatu implikatur yang kemunculannya memerlukan
konteks khusus).
METODELOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian
ini, yang akan dikaji dari sudut implikatur percakapan, adalah data yang
diambil dari percakapan yang terjadi di iklan Djarum 76 versi kontes jin.
Pengambilan data sekitar satu hari, dengan mengunduh video iklan Djarum 76
versi kontes jin untuk dianalisis percakapannya. Analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif mengacu pada percakapan yang dilakukan oleh ketiga jin dan
respon penonton aksi jin. Pengambilan sampel data dilakukan dengan purposive
sampling atau diambil yang hanya berkaitan dengan kajian implikatur yang
akan dilakukan. Data yang diambil dan sesuai dengan maksud penelitian
percakapan jin Indonesia dengan tambahan respon sosok tiruan gayus.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Peneliti mengambil salah satu iklan
Djarum 76 yakni dengan tema iklan Bercerita mengenai sebuah “KONTES SULAP JIN”
yang di ikuti oleh beberapa perwakilan pesulap dari 3 negara, yakni Jin Mesir,
Jin Jepang, dan Jin indonesia dengan tujuan unjuk kebolehan dan seberapa mahir
pesulap-pesulap ini memperlihatkan keahlian mereka bermain sulap.
Pesulap mesir
menampilan berupa trik sulap menghilangkan piramida mesir. “Piramida lenyap,” kata Jin Mesir. Kemudian
tak mau kalah, pesulap jepang juga melenyapkan gunung fujiyama yang semula ada
menjadi raib.”Fujiyama hilang,” kata Jin Jepang.
Tibalah kesempatan untuk Jin
indonesia unjuk gigi, dengan gaya selengekan dan santainya, si pesulap
indonesia membawa berkas-berkas kasus korupsi yang kemudian di sulap menjadi
hilang tanpa bekas. “Kasus Korupsi hilang,” kata Jin Indonesia. Kemudian Jin
Jawa disambut dengan sorak gembira para koruptor indonesia terlihat jelas salah
satunya sosok tiruan Gayus Tambunan. Dan jin dari indonesia yang keluar menjadi
juara, sedangkan jin dari mesir dan jepang terperangah melihat keahlian jin
indonesia seraya menyembah-nyembah.
Dari sepenggal cuklipan percakapan
iklan Djarum 76 versi kontes jin mengandung implikatur bahwa berbagai kasus
korupsi yang melanda Indonesia kini secara lambat laun mulai menghilang. Hal
itu terbukti dalam permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia
yangmana mereka dihadapakan pada negeri yang penuh dengan koruptor. Dimulai
dari kasus Bank Century, Lembaga Pajak Indonesia sampai kasus Wisma Atlet
Hambalang yang belum kunjung jelas akhirnya. Mengacu pada fenomena masyarakat
Indonesia, penikmat televisi khususnya iklan Djarum 76 versi Kontes Jin telah memiliki
reportoar yang sama bahwa pejabat-pejabat penting Indonesia telah berkorupsi.
Berkas-berkas yang telah dilenyapkan
Jin Indonesia menandakan bahwa proses hukum Indonesia sangat berbelit-belit
menangani korupsi sehingga lambat laun dapat menghilang. Terbukti kasus Bank
Century, saat ini tidak diketahui lagi bagaimana akhir perjalanannya
Nilai plus dari iklan
Djarum 76 ini adalah aktualitas, kelucuan dan keberaniannya dalam mengusung
tema yang bernada menyindir perilaku korupsi dan menyentil kuping para koruptor
yang memang sudah bebal saking sudah tidak merasa salah sama sekali dengan
tindakan mereka. Korupsi yang teramat sangat sulit untuk dibersihkan dari
kebiasaan aparat dan masyarakat kita kebanyakan. Para penegak hukum yang juga
sebagian korup, turut mempersulit penegakan hukum dalam membasmi korupsi ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi
di Indonesia, seolah-olah berjalan sendiri tanpa didukung lembaga-lembaga
berwenang lain. Banyak pihak yang ternyata tidak senang dengan sepak terjang
KPK.
Iklan ini seakan-akan
menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia benar-benar sudah menjadi penyakit
kronis, yang sangat sulit disembuhkan. Kebiasaan yang sudah membudaya, sudah
mendarah daging. Sampai-sampai jin pun mendukung perilaku korupsi tersebut,
dengan menghilangkan berkas-berkas kasus korupsi yang tengah diproses secara
hukum oleh aparat berwenang.
Faktanya tidak jauh
dari itu. Kasus korupsi yang sudah ditangani secara hukum, banyak yang berujung
dengan keputusan pembebasan para tersangka di pengadilan. Banyak kasus korupsi
yang menguap begitu saja, atau dipetieskan. Jika ada satu anggota sebuah
institusi menjadi tersangka kasus korupsi, teman-temannya malah melindunginya,
sehingga akhirnya lolos dari jeratan hukum. Kalaupun ada pelaku korupsi yang
sampai dihukum penjara, hukumannya terlalu ringan. Tidak sebanding dengan
kerugian negara, dan kemiskinan masyarakat Indonesia yang ditimbulkannnya.
SIMPULAN
Berdasarkan percakapan iklan Djarum 76 versi
Kontes Jin dapat diambil simpulan bahwa implikatur yang terkandung dalam iklan
tersebut adalah kasus korupsi di Indonesia. Hal ini jelas terungkap pada
percakapan Jin Indonesia yang mengatakan bahwa Kasus Korupsi hilang. Berarti
berbagai kasus korupsi di Indonesia secara lambat laun menghilang tidak dapat
diketahui ujung permasalahannya.
Mengacu pada reportoar masyarakat Indonesia
yang sama, maka dapat dijelaskan bahwa implikatur iklan Djarum 76 versi kontes
jin adalah kasus korupsi di Indonesia tidak memiliki kejelasan secara pasti
sehingga masyarakat mulai kesal dengan proses hukum yang berlaku. Disisi lain,
pejabat-pejabat bersorak tertawa dengan riang gembira mereka dapat menikmati
dengan bebas hasil korupsinya. Dengan demikian, perlunya penegakan hukum yang
kuat sehingga peradilan di Indonesia dapat tegak dan dihormati masyarakat
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Brown,
Gillian dan George Yule.1996. Analisis Wacana (edisi terjemahan oleh I.
Soetikno). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nababan,
P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Mujiyono,
Wiryationo.1996. Implikatur Prcakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang:
IKIP Malang.
Yule,
George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyono.
1990. Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah
Asuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar